Press "Enter" to skip to content

Kejahatan Seksual di Kapur IX: Gadis Miskin dalam Cengkraman Juragan Kelontong

Niat hati Belia (nama samaran,-red), gadis di bawah umur yang berasal dari keluarga miskin di Kapur IX, Limapuluh Kota, Sumbar untuk bekerja di sebuah warung kelontong demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, kandas di tengah jalan.

Belia dicengkram hasrat seksual sang juragan tempat dia bekerja. Belasan kali, Belia diduga diperlakukan layaknya sebagai istri. “Korban di bawah umur, pelakunya adalah “RD” (37), petani sekaligus pemilik sebuah warung kelontong,” kata Kepala Kepolisian Sektor Kapur IX Ajun Komisaris Polisi Efrizul.

Kepada Prokabar, Selasa (4/11), Efrizul berkisah ihwal Belia digagahi majikannya. “Sejak beberapa bulan belakangan, Belia ini bekerja di tempat usaha pelaku. Dia membantu-bantu di sana. Tentu saja berharap upah,” sambung Efrizul.

Kabar Belia diduga diperlakukan selayaknya istri oleh “RD”, muncul ke permukaan publik setelah janjinya untuk menikahi sang gadis tak lebih dari rayuan maut pulau kelapa. Artinya, pernikahan yang ia janjikan, hanya modus belaka.

“Kejadian sejak bulan Juli lalu, saat itu, korban main ke rumah “RD”. Korban ini sebaya dengan anak pelaku, kemudian dari sana, pelaku mulai berniat membujuk dan merayu korban,” sambung Efrizul.

Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres 50 Kota Ajun Komisaris Polisi Anton Luther membenarkan, oleh Polsek Kapur IX, perkara ini dilimpahkan ke Polres. “Penanganan kasus anak dan perempuan kita lakukan khusus,” jelasnya.

Karena kejahatan anak dan perempuan merupakan kasus yang masuk kategori extra ordinary crime, maka penanganan khusus pun dilakukan Satreskrim dan penyidik Unit PPA. “Kita juga gandeng P2TP2A,” urainya.

Lewat pendampingan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak, gabungan Kepolisian, Psikolog dan Pemkab Limapuluh Kota serta sejumlah LSM, ulama dan termasuk kalangan media, maka kasus ini mendapat perhatian serius.

“Polres 50 Kota punya Satgas khusus perlindungan perempuan dan anak. Satgas Mekar namanya, atau singkatan Melawan Kekerasan Seksual. Sasarannya untuk memberi jaminan kepada anak dan perempuan,” papar Kapolres 50 Kota AKBP Haris Hadis, terpisah.

Satgas Mekar sendiri, pernah diapresiasi Menteri PPA Profesor Yohana Yambise dan Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Bareskrim Polri, yang kala itu Wakil Direkturnya dipimpin Brigjen Pol Panca Putra Simanjuntak (kini Direktur Penindakan KPK

Kembali ke perkara Belia, pertama gadis itu digeranyangi pelaku, di kawasan Transmigrasi. “Mereka berjanji di areal menuju transmigrasi,” tutur Kasatreskrim dan Kanit PPA Satreskrim.

*DIBUJUK DAN DIBELANJAI*

Modus pelaku untuk menggagahi tubuh korban, dengan cara membujuk akan menikahi Belia jika usianya sudah dewasa. “Kata abang (panggilan korban atas arahan pelaku kepada dirinya,_red), nanti saya mau dinikahi, pak,” kata Belia.

Namanya saja gadis bau kencur, tentu dia tak begitu paham, dampak kejahatan seksual ini. “Apalagi ada dugaan, pelaku sering membelanjai korban, mengasih uang, alat-alat buktinya terus kami kumpulkan,” sambung Kasatreskrim.

Diduga keenakan saat pertemuan pertama, pelaku akhirnya menawari korban tidur di rumahnya dua hari setelah kejadian di areal Transmigrasi. “Tengah malam, diduga pelaku mengajak korban ke kamar mandi. Di sana, dugaa persetubuhan terjadi,” jelas Kasatreskrim.

Alhasil, perlakuan ini bukan hanya sekali dua kali. “Lebih 10 kali, itu keterangan dan formula awalnya. Dua alat bukti, kami rasa sudah cukup dan kemudian, pelaku sudah kita tahan,” tegas Anton Luther.

Penyidik Unit PPA Satreskrim menjerat pelaku, dengan Pasal 81 Ayat 1 Undang Undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu nomor 1 tentang perubahan kedua undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan.

Sumber – PROKABAR.COM

Be First to Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mission News Theme by Compete Themes.